09 January 2011

Kebijakan Pembangunan 1000 Menara Rusun Sederhana di Kawasan Perkotaan

Keberadaan kawasan permukiman di perkotaan memang sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan sosial dan ekonomi, sementara itu ketersediaan lahan menjadi semakin langka. Kelangkaan ini menyebabkan semakin mahalnya harga lahan di pusat kota, sehingga mendorong masyarakat berpenghasilan menengah-bawah tinggal di kawasan pinggiran kota yang jauh dari tempat kerja. Kondisi ini menyebabkan meningkatkan biaya transportasi, waktu tempuh, dan pada akhirnya akan menurunkan mobilitas dan produktivitas masyarakat. Sedangkan sebagian masyarakat tinggal di kawasan yang tidak jauh dari pusat aktivitas ekononomi, sehingga menyebabkan ketidak-teraturan tata ruang kota dan dapat menumbuhkan kawasan kumuh baru.
Untuk mengatasi permasalahan masyarakat yang tinggal di pinggiran kota yang jauh dari tempat kerja dan mencegah tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan maka salah satu kebijakan yang dilakukan Pemerintah Indonesia adalah merencanakan pembangunan secara vertikal berupa rumah susun (rusun). Dengan pembangunan Rusun di pusat-pusat kota, dengan intensitas bangunan tinggi, diharapkan dapat mendorong pemanfaatan lahan dan penyediaan prasarana, sarana, dan utlitas yang lebih efisien dan efektif.
Diharapkan pembangunan Rusun ini dapat memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi masyarakat, peningkatan efisiensi penggunaan tanah sesuai peruntukan dan tata ruang, serta dapa meningkatkan daya tampung, mobilitas, produktivitas, dan daya saing kota.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 Badan Pusat Statistik, menyebutkan bahwa: terdapat 55,0 juta keluarga dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 217,1 juta jiwa. Sebanyak 5,9 juta keluarga belum memiliki rumah. Sementara setiap tahun terjadi penambahan kebutuhan rumah akibat penambahan keluarga baru rata-rata sekitar 820.000 unit rumah. Keadaan tersebut dan ditambah pesatnya laju urbanisasi telah menyebabkan permasalahan ketersediaan lahan bagi perumahan. Akibat langka dan semakin mahalnya tanah di perkotaan, pembangunan perumahan baru layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah cenderung menjauh dari tempat kerja (urban sprawl). Keadaan ini menimbulkan ketidakteraturan penataan ruang dan kawasan, permasalahan mobilitas manusia dan barang, beban investasi dan operasi dan pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU), penurunan produktifitas kerja, serta berdampak buruk terhadap kondisi sosial dan lingkungan.
Pada dasarnya, pembangunan perumahan dan permukiman merupakan
tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah, sebagai salah satu unsur pemangku kepentingan, bertindak selaku pemberdaya (enabler), pendorong dan fasilitator, untuk penciptaan iklim yang kondusif bagi berlangsungnya pembangunan Rusun perkotaan oleh seluruh pemangku kepentingan.
Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milik) atau juga disebut Apartemen Bersubsidi merupakan program pemerintah dalam pembangunan 1000 Tower Rumah Susun. Pembangunan Rusunami ini sudah berjalan dari tahun 2007 hingga tahun 2011, dan pada tahun 2009 ini ditargetkan dapat terbangun 219 menara.
Biaya keseluruhan pembangunan Rusun diperkirakan sebesar Rp 56,889 trilyun selama 5 tahun. Sumber pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Propinsi/Kabupaten/Kota sebesar 6,154 trilyun, sedangkan sebesar Rp 50,735 trilyun direncanakan berasal dari badan usaha dan masyarakat.
Porsi terbesar dana APBN dipergunakan untuk dukungan fasilitas subsidi Kredit Pemilikan Rusun yang diperkirakan mencapai Rp 4,300 trilyun, serta bersama-sama dengan dana APBD, dengan perkiraan dana sebesar Rp 1,700 trilyun dipergunakan untuk kegiatan fasilitasi dan stimulasi peningkatan kualitas penyediaan prasarana, sarana dan utilitas kawasan perkotaan dan lingkungan Rusun. Sedangkan sisanya sebesar Rp 0,154 trilyun, merupakan dukungan terhadap penciptaan iklim yang kondusif terhadap percepatan pembangunan Rusun.
Dengan adanya kebijakan pembangunan rumah susun tersebut diharapkan dapat:
  • Meningkatkan efisiensi penggunaan tanah, ruang dan daya tampung kota
  • Meningkatkan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan menengah-bawah dan pencegahan tumbuhnya kawasan kumuh perkotaan
  • Meningkatkan efisiensi prasarana, sarana dan utilitas perkotaan
  • Meningkatkan produktivitas masyarakat dan daya saing kota
  • Meningkatkan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah.
  • Meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.

4 comments:

  1. Jangan sampai nasibnya jadi ky' gini lagi: http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2010/10/26/ribuan-rusun-di-jakarta-jadi-sarang-hantu

    Waktu di kuliah sih kata dosen saya hal itu karena pembangunan rusunnya tdk terintegrasi dgn pembangunan fasilitas2 lainnya,seperti sarana transportasi misalnya.
    Lagipula kalo sistem transportasinya baik perumahan ga harus di pusat kota,contohnya di Tokyo. Perumahan di Tokyo yg berada di pusat kota adalh perumahan2 mewah,yg harganya mahal,yg bersubsidi adanya di pinggir kota.
    Menyelesaikan masalah perkotaan harus terintegrasi,dan yg dibenahi adalah sistemnya.

    ReplyDelete
  2. anda mengatakan untuk memudahkan rakyat dengan memberikan kredit, tetapi yang saya tahu rakyat menengah bawah banyak melakukan kredit, jika untuk rumah ini dilakukan kredit lagi maka hanya akan menumpuk tambahan kredit menengah kebawah. dan bahkan lagi untuk KPR ada batasnya yaitu sekitar 4 tahun bgaimana mengatasi hal tersebut jika masyarakat belum mampu membayar sampai masa yang ditentukan?

    ReplyDelete
  3. disisi lain rusun emank solusi yang tepat untuk pemenuhan perumahan rumah di ina...tapi saya pernah dengar penelitian bahwa minimal penghuni rusun memiliki penghasilan min 2 juta..belum lg segi keselamatan bg anak2...??banyak pnelitian yg menyebutkn tinggal di rusun sanagt berbahaya bg anak2...
    bagaimana menrut anda/??
    bagaimana pula mengatasi agar rusun tdk menjadi kumuh???tks

    ReplyDelete
  4. mungkinkah itu?.. :D
    punya ku dikomen loh :D

    ReplyDelete